Senin, 18 Mei 2009

ROSUL ALLOH YANG MULIA

Rosulullah Muhammad SAW adalah Teladan Kita.
Apakah Beliau Pernah Ikut Pemilu ?


Jika kita memperhatikan kebiasaan dan kenyataan dari pemilihan umum (pemilu) dan kemudian melihat firman Allah SWT dalam Al-Qur`an, kita akan menyadari bahwa ayat “Qul Yaa ayuhhal kafiruun” itu tidak punya arti sama sekali jika anda memilih orang kafir atau orang muslim dengan ideologi kafir dan mendukung partai mereka. Terlebih jika anda memilih mereka, anda akan mendukung seluruh tindakan yang mereka lakukan yang dalam prinsip Islam anda telah me-‘wakil’-kan segala urusan anda pada mereka. Oleh karena itu, kaum Muslimin tidak boleh memilih siapapun dalam pemilu kali ini, meskipun mereka semuanya terlihat Islami dan seolah-olah akan memperjuangkan Islam atau menggunakan ayat-ayat Al-Qur`an dalam kampanye-kampanye mereka!


Terlebih jika ada beberapa orang pergi dan mendaftarkan dirinya untuk menjadi anggota dewan, atau memilih anggota dewan untuk menduduki jabatan di legislatif (DPR/MPR), ini jelas-jelas sebuah kemusyrikan dalam Islam. Sebuah perkara, pada kenyataannya dalam pandangan Islam wajib diketahui dan tidak terdapat perbedaan pendapat dalam soal tersebut. Bagaimana mungkin seorang muslim yang mengatakan bahwa bahwa tidak ada Pembuat Hukum selain Allah SWT yang diikuti kalimat “Laa ilaha illallah” dan kemudian dia memilih seseorang untuk mengesahkan pemerintahan dan hukum kufur ? Lebih baik jika tauhid setiap muslim dipergunakan untuk menjaga kesucian Allah SWT semata-mata, yaitu untuk mentaati, untuk beribadah, dan semata-mata mengikuti perintahnya.

Sebagaimana setiap muslim tahu, Allah SWT memiliki 99 nama (Asmaul Husna) kemudian ini akan membuat 99 jalan bagi seorang seseorang untuk menjadi kafir jika dia menyekutukan sesuatu atau seseorang dengan nama Allah SWT. Salah satu contoh, nama Allah SWT adalah “Al-Hakim” yang artinya Allah SWT adalah satu-satunya pembuat hukum. Dan jika anda menyetujui seseorang untuk melakukan apa yang menjadi sifat dan hak Allah SWT, maka anda akan menjadi musyrik.

Lebih jauh, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an :

“Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom (biji sawi), Allah SWT akan melihatnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan sebesar atom sekalipun, Allah akan melihatnya.” (QS, 99: 7-8)

Dalam tafsir Al-Qurthubi, tentang ayat di atas, kata “kebaikan” berdasar syariat. Dalam peryataannya tentang ayat tersebut, Abdullah Ibn Abbas r.a. berkata, jika kamu memilih itu tidak akan diterima sebagai amal baikmu, karena hal ini sama sekali bukan berdasarkan syariat. Hanya perbuatan-perbuatan yang berdasarkan syariat saja yang diterima Allah SWT dan sesungguhnya Rosulullah Muhammad SAW, teladan kita, tidak pernah memilih siapapun dalam parlemen Quraisy pada masa beliau, seperti memilih Abu Lahab atau Abu Jahal!

Insyaallah, jika seorang muslim membaca dan memahami ayat “Qul Huwallahu ahad”, maka Allah SWT akan memberi cahaya dengan sebuah pemahaman yang benar dalam hatinya, bahwa hanya Allah SWT sajalah yang menjadi pembuat hukum. Apa yang disebut syirik adalah beribadah kepada selain Al-Khaliq, mentaati atau mengikuti kepada selain-Nya. Hanya ada satu tujuan kita beribadah, mengikuti dan mentaati Allah SWT semata.

Menyekutukan sesuatu dengan Allah SWT dalam ke-Tuhanan-Nya atau fungsinya adalah syirik. Syirik juga didefinisikan sebagai “mengadakan aktivitas peribadatan kepada selain Allah SWT”. Salah satu aktivitas ibadah (selain sholat, shaum, dsb) adalah tahkim, yaitu memutuskan hukum/mengadili dalam sebuah perkara hanya dengan hukum Allah SWT semata. Jika kita bertahkim kepada thogut, yaitu menyerahkan perbuatan hukum atau memutuskan perkara dengan pengadilan atau hukum kufur adalah sebuah kemusyrikan.

Ibnu Taimiyah dalam “Majmu Al Fatawa” mendefinisikan tahkim (Al-Tahaakum) sebagai sebuah aktivitas ibadah dan berkata, jika seseorang memutuskan perkara dengan salain agama Allah SWT adalah musyrik! Jika seseorang berargumen bahwa dia tidak tahu bahwa memilih suatu kekufuran ataupun memilih orang muslim namun berideologi dan bercita-cita kufur (tidak ingin menegakan syariat Islam) adalah suatu hal yang serius, hendaknya dia mengambil pelajaran dari Abdullah bin Abbas r.a. yang berkata “Dan orang akan menjadi kafir karena ketidaktahuannya” . Sehingga hal ini dipandang sebagai syirik akbar yang tidak dapat diampuni. Naudzubilahi min dzalik!

Sebagai tambahan, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa syirik bukan hanya menyekutukan seseorang dengan Allah SWT, tapi juga bagi seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan yang hanya menjadi hak Allah SWT. Lebih jauh, bagi siapa saja yang mencoba membuat argumen palsu, alasan-alasan logis, dengan memelintir ayat-ayat ataupun memprediksi hal-hal yang sebenarnya masih ghoib (misalnya dengan mengatakan bahwa kalau kita tidak memilih pada saat ini, maka umat Islam akan dibantai, dimusnahkan dan sebagainya) agar umat memilih pada saat ini, maka kita harus mengingatkan mereka bahaw tidak satupun dari 4 Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal) yang mengatakan bahwa kita boleh memilih untuk kekufuran!!!

Banyak ayat yang menyangkal perbuatan ini (pemilu) dan menyatakan bahwa barangsiapa mengambil bagian dalam perbuatan pemilihan ini, maka mereka terkategorikan musyrik. Contohnya, :

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih.”
(QS. 42 : 21)

Untuk lebih membuat yakin orang-orang yang tetap melaksanakan pemilu dan menyerahkan serta memutuskan perkara dengan kehendak dan hawa nafsu mereka, maka perhatikan firman Allah SWT berikut ini :

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan rosul-Nya, jika kamu benar-benar beriman.” (QS 4 : 59)

Juga firman-Nya :

“Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya) dan tidak seseorang pun yang dapat menolak ketetapan-Nya.” (QS 13 : 41)

Bahkan jika hukum yang ada saat ini mencoba untuk setuju atau disesuaikan dengan hukum Islam, sebagai contoh jika besak presiden terpilih berkata : “Kita harus memotong tangan pencuri”. Karena itu tidak dibuat berdasar hokum Allah SWT. Peryataan tersebut tetap masih dianggap hukum kufur! Hal tersebut berdasarkan kaidah atau prinsip Islam : “Apapun yang setuju dengan Islam adalah kufur dan apapun yang tidak setuju dengan Islam juga kufur” (kecuali Islam itu sendiri)

Akhirnya, disimpulkan bahwa sistem pemerintahan yang berlaku saat ini adalah sistem toghut, tanpa keraguan sedikit pun. Dan Allah SWT berfirman :

“Barangsiapa yang ingkar terhadap thogut dan kemudian beriman kepada Allah SWT.” (QS 2 : 256)

Hal ini termasuk menyakini bahwa sistem yang ada sekarang adalah thogut, menjaga jarak dengannya, tidak bermanis muka, tidak menjilat, dan membenci thogut, menolaknya serta memiliki rasa benci terhadapnya. Setelah memahami hal ini bagaimana seorang muslim dapat memilih atau terpilih untuk kemudian duduk dengan tawaghit (sistem kufur) ?

Wahai kaum Muslimin, tanpa kita sadari kita telah terjerumus jauh mengikuti kaum Yahudi dan Nasrani ke lubang biawak, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sebagaimana dikatakan oleh Rosulullah SAW. Naudzubillahi min dzalik. Sadarlah wahai saudaraku, sadarlah wahai kaum Muslimin….!

Ya Allah…Saksikanlah, kami telah menyampaikannnya !

Selengkapnya...

DOSA - DOSA DEMOKRASI


10 Dosa Demokrasi

Ini adalah kajian singkat yang menjelaskan tentang beberapa indikasi destruktif dan bahaya yang ditimbulkan akibat terjun dan berkiprah dalam kancah demokrasi yang banyak orang tertipu dengannya dan menggantungkan harapan mereka kepadanya meskipun hal ini jelas-jelas bertentangan dengan manhaj Allah sebagaimana yang akan dijelaskan dalam kajian yang singkat ini, apalagi banyak sudah pengalaman pahit yang didapat oleh orang yang tertipu dengan permainan ini dan ditampakkan sisi penyimpangan dan kesesatannya


1. Sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunan (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu.

"Tiadalah yang mereka nanti melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan bagi sunnatullah dan sekali-kali tidak (pula) akan mendapati perpindahan bagi sunnatullah itu." (Surat Faathir: 43)

2. Sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid'ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya.

3. Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang ‘alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar'i. padahal Allah Ta'ala berfirman:

"Katakanlah! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui." (Surat Az-Zumar: 9)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Maka apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasiq? Mereka tidaklah sama." (Surat As-Sajdah: 18)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Maka apakah Kami patut menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu berbuat demikian, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Surat Al-Qalam: 35-36)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Dan anak laki-laki (yang ia nadzarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang ia lahirkan)." (Surat Ali Imran: 38)

4. Sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.

5. Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala' dan bara' menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!!

6. Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini.

7. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta'lim, shadaqah dan lain-lain.

8. (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan,berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.

9. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta'ala telah berfirman:

"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)." (Surat Al-Mukminun: 53)

10. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah.

sumber: Almuhajirun


Selengkapnya...

Senin, 04 Mei 2009

BERIMAN KEPADA ALLAH TA'ALA

Abu Bakr Jabir al-Jazairi

Orang Muslim beriman kepada Allah SWT dalam arti membenarkan eksistensi Allah bahwa Allah Pencipta langit dan bumi, bahwa Allah mengetahui alam gaib dan alam nyata, bahwa Allah Tuhan segala sesuatu sekaligus pemiliknya, bahwa Tidak ada Tuhan selain Dia, bahwa Allah Mahaagung dan Mahatinggi yang bersifatkan seluruh kesempurnaan, dan bersih dari semua kekurangan. Iman seperti ini semua adalah petunjuk Allah Ta'ala sebelum segala sesuatu. Karena, Allah Ta'ala berfirman, "Dan kita tidak mendapatkan petunjuk, jika Allah tidak memberi petunjuk kepada kita." Di samping itu, karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal sebagai berikut.



Penjelasan Allah Ta'ala tentang eksistensi diri-Nya, tentang penciptaan-Nya terhadap makhluk, tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, itu semua ada di dalam Al-Qur'an, di antaranya adalah sebagai berikut.

Allah SWT berfirman(yang artinya), "Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Al-A'raaf: 54). Firman Allah ketika memanggil Nabi Musa a.s. di pinggir Lembah Kanan di lokasi yang diberkahi I sebelah pohon, "Hai Musa, sesungguhnya Aku Allah, Tuhan semesta alam." (Al-Qashash: 30).

"Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (Thaha: 14).

"Dan Dia-lah Allah Yang tidak ada Tuahan (yang berhak disembah) selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tidak ada Tuahan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Mahasejahterah, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Mahamemelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang memiliki segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan, Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (Al-Hasyr: 22-24).

"Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan." (Al-Fatihah: 2-4).

"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya: 92).

"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka bartakwalah kepada-Ku." (Al-Mukminun: 52).

"Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan-Tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak, binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arasy daripada apa yang mereka sifatkan." (Al-Anbiya': 22).

Dalil-Dalil Akal

Keberadaan berbagai alam dan beragaman makhluk, kesemuanya, bersaksi atas keberadaan Sang Pencipta: Allah Azza wa Jalla. Sebab, di dunia ini tidak ada satu pihak pun yang mengaku menciptakan alam ini selain Allah Ta'ala. Akal memandang mustahil keberadaan sesuatu tanpa pencipta. Bahkan, akal memandang mustahil terjadinya sesuatu yang paling luas tanpa pencipta. Itu sama saja seperti keberadaan makanan tanpa ada pihak yang memasak, atau keberadaan permaidani di atas tanah tanpa ada pihak yang menggelarnya. Kalau begitu, bagaimana dengan alam yang besar ini, langit dengan orbit-orbit di sekitarnya, matahari, bulan, bintang-bintang, semuanya berbeda bentuk, ukuran, dimensi, dan perjalanannya? Bagaimana dengan bumi dan apa saja yang diciptakan di dalamnya tumbuhan, hewan, jin, manusia, di samping berbagai ras manusia, dan idividu-individu yang berbeda warna, berbeda bahasa, berbeda pengetahuan, berbeda pemahaman, berbeda ciri khas, tambang-tambang yang banyak sekali, sungai-sungai yang dialirkan di dalamnya, tanah keringnya di kelilingi laut-laut, dan sebagainya?

Keberadaan fiman Allah yang bisa kita baca, renungkan, dan pahami makna-maknanya, itu semua dalil tentang keberadaan Allah. Karena, mustahil ada firman tanpa ada pihak yang memfirmankannya, dan mustahil ada ucapan tanpa ada pihak lain yang mengucapkannya. Jadi, firman Allah menunjukkan tentang keberadaan-Nya.

Firmannya mengandung perundang-undangan paling kokoh dan sistem yang paling bijak yang pernah dikenal oleh manusia. Firman yang bijak dan benar ini mustahil menutut akal manusia dinisbatkan kepada salah seorang dari mereka, sebab firman seperti itu jauh di atas kemampuan manusia, dan jauh di atas tingkat pengetahuan mereka. Jika firman tersebut bukan ucapan manusia, maka firman tersebut adalah ucapan Pencipta manusia, dan itu bukti tentang keberadaan Allah, ilmu-Nya, kemampuan-Nya, dan kearifan-Nya.

Adanya sistem yang cermat ini, semua makhluk hidup tunduk pada ketentuan-ketentuan tersebut, tidak keluar dari padanya dalam kondisi apa pun. Manusia, misalnya, spermanya menempel pada rahim, kemudian tahapan-tahapan ajaib berlangsung dan tidak ada yang melakukan intervensi di dalamnya kecuali Allah. Tiba-tiba setelah sperma itu kelaur menjadi manusia sempurna. Ini pada pembentukan dan penciptaan manusia. Seperti itu pula pada perkembangan manusia dari bayi dan anak-anak kepada besar dan dewasa, lalu tua.

Berdasarkan dalil-dalil akal dan dalil-dalil wakyu di atas, orang Muslim beriman kepada Allah Ta'ala, beriman kepada rububiyah-Nya terhadap segala sesuatu, dan ketuhanan-Nya bagi manusia generasi pertama hingga generasi terakhir. Karena asas iman dan keyakinan inilah kehidupan seorang Muslim menjadi teratur.

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 1-5.


Dalil-Dalil Wahyu

Selengkapnya...